25 Maret 2008

Allah Memiliki Tangan

Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed hafidzahullah

Pengenalan kepada Allah (ma’rifatullah) merupakan prinsip aqidah yang paling penting yang akan mempengaruhi seluruh amalan, ucapan dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu mengenali Allah dan sifat-sifatNya dari sumber yang pasti yaitu Al Qur’an dan hadits yang shahih merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

Dalam masalah ini, manusia telah terpecah menjadi sekian aliran dan kelompok-kelompok yang menyimpang. Diantaranya:

1. Ahlu ta’thil yaitu para penolak sifat Allah, seperti mu’tazilah dan jahmiyah. Mereka menolak adanya seluruh sifat-sifat Allah dengan alasan agar tidak sama dengan makhlukNya.
2. Ahlu tasybih yaitu kelompok yang berpendapat sebaliknya. Mereka menganggap semua sifat-sifat Allah sama dengan makhluk-Nya.
3. Ahlu ta’wil yaitu para pentakwil sifat-sifat Allah seperti Asy’ariyah. Mereka menyelewengkan makna dari sifat-sifat Allah tersebut kepada makna-makna lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan lafadnya.
4. Ahlu tafwidh yaitu kelompok yang tidak mau memahami dan menterjemahkan makna kalimat-kalimat tersebut. Mereka menyatakan bahwa kita serahkan saja maknanya kepada Allah.

Sebagai contoh ketika disebutkan dalam al-Qur’an bahwa Allah سبحانه وتعالى memiliki tangan dalam ayat Allah (yang artinya): "Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada (Adam) yang telah Kuciptakan dengan Kedua TanganKu. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?" (QS. Shad: 75)

Sebagian kelompok mengira bahwa menetapkan adanya tangan bagi Allah merupakan penyerupaan Allah dengan makhlukNya, maka merekapun menolak adanya tangan pada ayat ini. Sebagian ada yang menolak dengan terang-terangan, ada pula yang menyatakan bahwa maknanya tidak diketahui. Dan sebagian lagi dengan menyelewengkan artinya dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat di atas bukan tangan tetapi “kekuatan (kekuasaan -red)" atau “kenikmatan”. Adapun golongan yang lain, mereka menetapkan sifat tangan ini, namun dengan menyamakan dengan tangan makhluk-Nya.

Mereka yang menolak bahwa Allah mempunyai Tangan, berarti ia menentang Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahihah yang telah dengan tegas menetapkan sifat Tangan bagi Allah.

Mereka yang menyamakan Tangan Allah dengan tangan makhluk-Nya, berarti menentang ayat (yang artinya): Tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan Ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (asy-Syura: 11)

Dan mereka yang tidak mau memahami makna lafadh “Yad” dari ayat tersebut berarti ia adalah orang yang mengajak kepada kebodohan, sehingga Ibnu Taimiyah menggelari ahlu tafwidh dengan ahlu tajhil (golongan yang mengajak kepada kebodohan). Karena Allah menurunkan al-Qur’an dengan bahasa arab untuk dipahami maknanya.
"Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memahaminya." (az-Zukhruf: 3)

Adapun mereka yang menyatakan penolakan tersebut dengan ta’wil tidak memiliki dalil dan bukti-bukti yang jelas. Siapa yang menerangkan kepada mereka bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah “kekuatan” atau “kenikmatan”. Padahal tidak ada satu ulama pun menyatakan demikian sejak zaman shahabat, tabi’in, dan pengikut mereka dari ulama Ahlus Sunnah wal jama’ah sampai hari ini. Ucapan seperti itu bermula dari kaum mu’tazilah, kemudian diikuti oleh Asy’ariyah.

Adapun Ahlus Sunnah, sejak zaman para Shahabat, Tabi’in, Atbau’t Tabi’in dan diikuti oleh para ulama ahlul hadits sampai hari ini, mereka mengimani dan meyakini adanya nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah, dengan menerima makna lafadz secara dhahirnya, tanpa tahrif (penyimpangan maknanya), tanpa ta’thil (penolakan terhadap sebagian maupun keseluruhannya), tanpa tafwidh (tidak mau menerjemahkannya secara dhahir dengan alasan menyerahkannya kepada Allah), tanpa tasybih atau tamtsil, yaitu tidak menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan tanpa Takyif, yaitu tidak menanyakan seperti apa dan bagaimananya.

Berkata Imam Abu Utsman ash-Shabuni: “Para ulama ashhabul hadits mempersaksikan dan meyakini bahwa Allah menciptakan Adam dengan Kedua Tangan-Nya sebagaimana disebutkan dalam ucapan-Nya (yang artinya):"Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan Kedua Tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". (Shad: 75)

Mereka tidak menyelewengkan makna ayat ini kepada makna-makna lain. Tidak menarik maknanya kepada makna “dua kenikmatan”, atau “dua kekuatan” seperti penyelewengan yang dilakukan mu’tazilah dan jahmiyyah –semoga Allah membinasakan keduanya-. Ashhabul hadits tidak mempertanyakan seperti apa bentuk tangan Allah. Tidak pula menyerupakan dua tangan Allah dengan tangan makhluk-makhluk-Nya, seperti penyerupaan yang dilakukan oleh golongan musyabihah –semoga Allah menghinakan mereka-. (Aqidatus Salaf AshHabul Hadits, hal. 161).

Dengan demikian Ahlus Sunnah wal jama’ah seluruhnya mengimani dan meyakini bahwa Allah memiliki tangan dan menciptakan Adam dengan kedua tangan-Nya. Mereka tidak menolak sifat tersebut, tidak menolak berita tersebut, tidak menyelewengkan maknanya kepada makna yang lain dan tidak pula mempertanyakan seperti apa bentuk tangan Allah? Yang pasti, mereka meyakini bahwa tangan Allah tidak sama dengan tangan makhluk-Nya berdasarkan firman Allah (yang artinya):"Tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan Ia Maha Mendengar lagi maha Melihat". (asy-Syura: 11)

DALIL-DALIL TENTANG PENETAPAN ADANYA TANGAN BAGI ALLAH


Allah سبحانه وتعالى berfirman dalam ayatnya (yang artinya): "Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), bahkan Kedua Tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki…." (al-Maidah: 64)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه tentang hadits syafaat, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:" … Mereka menemui Adam dan berkata: “Wahai Adam engkau adalah Bapaknya manusia, Allah telah menciptakan engkau dengan Tangan-Nya, meniupkan ruh dalam dirimu, dan Allah telah memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, mintakanlah syafaat untuk kami kepada Rabbmu…" (HR. Bukhari Muslim)

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda (yang artinya): "Allah سبحانه وتعالى berfirman: “Anak Adam selalu mencaci-maki masa, padahal Akulah masa. Siang dan malam berada di Tangan-Ku”. (HR. Bukhari Muslim)

Dari Musa al-‘Asyari رضي الله عنه, berkata Rasulullah صلى الله عليه وسلم (yang artinya), "Sesungguhnya Allah ta’ala membentangkan Tangannya pada malam hari untuk menerima taubat sampai siang harinya, dan dari siang hari sampai malam harinya hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya". (HR. Muslim)

Disebutkan pula dalam riwayat do’a istiftah, di antaranya beliau صلى الله عليه وسلم mengucapkan (yang artinya):"Aku penuhi panggilan-Mu dengan kerelaan. Dan kebaikan seluruhnya di Tangan-Mu…" (HR. Muslim)

Juga amat sering kita mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersumpah dengan mengatakan (yang artinya): "Demi Allah yang jiwaku ada di Tangan-Nya".

Bahkan lebih tegas lagi disebutkan bahwa Tangan Allah keduanya adalah Kanan, yang berarti tidak mungkin dapat dita’wilkan pada “kekuatan” atau “kenikmatan”, karena keduanya tidak bisa disebut dengan “kanan”.

Diriwayatkan pula dari Abdullah bin Amr رضي الله عنه Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda (yang artinya): "Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil di sisi Allah (mereka berada) di atas mimbar dari cahaya dari sisi kanan Allah azza wa jalla. Dan kedua tangan Allah adalah kanan …" (HR. Muslim)

Demikianlah sikap ahlul sunnah dalam mengimani, meyakini dan menetapkan bahwa Allah mempunyai tangan dengan tetap meyakini bahwa tangan Allah tidak sama dengan tangan mahluk-Nya. Hal ini pulalah yang semestinya harus menjadi keimanan bagi setiap muslim, agar menjadi benar pula aqidah mereka. Wallahu a’lam.
Sumber: www.salafy.or.id
Judul asli: "Mengimani bahwa Allah Memiliki Tangan"