04 April 2008

Siapakah Dr. Yusuf Al Qardhawi?



Oleh: Abu Afifah

Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasulullah. Wa ba’du :

Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) “selendang ilmu” dengan mengubah bentuk syari’at Islam dengan istilah “tajdidi” (pembaharuan), mempermudah sarana-sarana kerusakan dengan istilah “fiqih taysiir” (fiqih penyederahanaan masalah), membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok “ijtihad” (upaya keras untuk mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunnah-sunnah Nabi dengan kedok “fiqih awlawiyyat” (fiqih prioritas), dan berloyalitas (menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan “memperindah corak (penampilan) Islam”. Tokoh yang menjadi pentolannya adalah seorang tukang fatwa lewat parabola, Yusuf Qardhawi, yang berusaha keras menyebarkan gagasan-gagasan pemikiran di atas lewat tayangan-tayangan parabola, jaringan-jaringan internet, konfrensi-konfrensi, studi-studi keislaman, ceramah-ceramah, dan lain-lain.

Lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapan pembaca ini memuat ringkasan dari beberapa ide pemikiran tokoh ini (Qardhawi) yang dengan berbagai cara berusaha melariskan ide-ide pemikiran tersebut. Sengaja penulis tampilkan gagasan-gagasan Qardhawi ini sebagai upaya memberi nasehat kepada umat Islam, dan sebagai pernyataan berlepas diri, serta memberi peringatan kepada umat Islam agar selalu waspada terhadap tokoh ini (Qardhawi) dan tokoh-tokoh lain yang seide dengannya.

Penulis tidak berpanjang kalam dalam mengemukakan bantahan terhadap tokoh ini (Qardhawi), karena apa yang akan penulis paparkan di sini masih dipandang kontroversial (nyeleneh) oleh kalangan orang-orang awam. Siapa yang ingin mengetahui secara rinci uraian tentang gagasan-gagasan pemikiran Qardhawi berikut sanggahan-sanggahannya, semuanya telah tercantum di dalam kitab “Al-I’laam binaqdi Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram” (“Kritik terhadap kitab ‘Halal dan Haram’ “Qardhawi) karya Syeikh Shalih Alu Fauzan, juga “AR-Raddu ‘Ala Al-Qardhawi” (Karya Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy, pent.), dan kitab-kitab lainnya .

PERTAMA : SIKAP (PENDIRIAN) QARDHAWI TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR
Qardhawi bersikap plin-plan dan mematikan aqidah (keyakinan) wala’ (berloyalitas kepada orang-orang beriman) dan bara’ (bermusuhan) dengan orang-orang kafir.

Silahkan anda simak gagasan-gagasan pemikiran Yusuf Qardhawi berikut ini :

1. Berkenaan dengan orang-orang Nashrani, Qardhawi berkata :
“Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya : kaum muslimin dan orang-orang Nashrani, pent.) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen) – meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini – “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”. Ya, kita (kaum muslimin, pent.) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain.

2. Melalui acara yang sama, Qardhawi mengatakan – berkenaan dengan orang-orang Kristen Qibthi (di Mesir) – bahwa orang-orang Kristen Qibthi pun dapat mempersembahkan barisan syuhada’ (orang-orang yang mati syahid).

3. Qardhawi berkata : “Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang muslim dengan non-muslim bukan merupakan dosa.”

4. Qardhawi berkata : ”Permusuhan yang terjadi antara kita (kaum muslimin) dengan orang-orang Yahudi semata-mata dilatarbelakangi masalah sengketa tanah (wilayah Palestina, pent.) bukan dilatarbelakangi masalah agama”.
Dan Qardhawi menyatakan bahwa firman Allah

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُوْا….

(المائدة : 82)
Artinya : “Niscaya engkau akan dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik….” (Q.S. Al Maidah : 82)
hanya berlaku untuk situasi yang ada di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bukan untuk situasi di zaman sekarang, di samping itu dapat diketahui bahwa firman Allah pada akhir ayat di atas menjadi dalil (bukti) tentang eratnya hubungan persahabatan orang-orang Nashrani di zaman sekarang dengan kaum muslimin”.

Qardhawi juga mengatakan : “Apabila kaum muslimin kuat kedudukannya, maka berarti kuat pula kedudukan saudara-saudara mereka yang menganut agama Masehi (Kristen) tanpa diragukan sedikit pun. Dan apabila kaum muslimin lemah kedudukannya, maka berarti lemah pulalah kedudukan orang-orang yang menganut agama Masehi (Kristen)”.

5. Qardhawi menyatakan dalam berbagai kesempatan bahwa Islam – menurut klaim Qardhawi – menghormati agama-agama mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani. pent.) yang telah diubah oleh tangan manusia, dan Qardhawi mengatakan bahwa status (kedudukan) orang-orang Yahudi dan Nashrani sejajar dengan status, (kedudukan) kaum muslimin ; mereka boleh mengambil hak-hak mereka secara utuh dan mereka bertanggungjawab melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dengan sebaik-baiknya, sedangkan status tanah air (wilayah negara) menjadi milik bersekutu antara warga negara muslim dan warga negara Nashrani.

Qardhawi menyatakan bahwa Islam menitikberatkan sisi-sisi persamaan antara kita (kaum muslimin) dan mereka (orang-orang Nashrani) dan tidak menitikberatkan sisi-sisi perbedaan, dan bahwa kaum muslimin bersama orang-orang Nashrani semuanya harus berdiri tegak membentuk satu barisan di dalam satu tanah air (negara) yang menjadi milik mereka bersama untuk menentang berbagai penyelewengan, kezhaliman, dan kesewenang-wenangan”.

Qardhawi juga mengatakan bahwasannya jihad itu disyariatkan untuk membela semua agama, bukan hanya untuk membela agama Islam saja. Dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan ucapan selamat pada hari besar-hari besar mereka (orang-orang Nashrani) , dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan kekuasaan kepada orang-orang non-muslim untuk menduduki jabatan-jabatan dan departemen-departemen.

6. Qardhawi menyatakan bahwa “jizyah” (upeti) hanya diambil dari orang-orang kafir dzimmy manakala mereka tidak ikut berperang membela tanah air (negara). Adapun di zaman sekarang ini, jizyah (upeti) itu tidak boleh lagi diambil dari mereka (orang-orang kafir dzimmy), karena zaman sekarang ini kewajiban untuk masuk tentara (dinas militer) kedudukannya disetarakan antara warga negara muslim dan warga negara non-muslim.

KEDUA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP AHLI BID’AH
Pembaca akan dapati bahwa apabila Qardhawi berbicara tentang ahli bid’ah tampaknya ia sedang berbicara tentang lawan (musuh) yang tidak ada waujudnya. Karena pada satu kesempatan Qardhawi berbicara tentang kelompok Mu’tazilah dan Khawarij terdahulu, namun pada kesempatan yang lain Qardhawi memuji para pewaris (pelanjut) faham mereka. Adapun kelompok Raafidhah yang menjadi pewaris aqidah Mu’tazilah dan kelompok Rafidhah ini menambah-nambah (menyusupkan) berbagai kesesatan yang besar ke dalam faham Mu’tazilah yang sepersepuluh (10%) dari kesesatan-kesesatan itu saja cukup untuk menyetarakan mereka (kelompok Rafidhah) dengan Abu Jahal, pembaca dapati Qardhawi membela mereka dan mengaku bersaudara dengan mereka.

Bahkan Qardhawi menilai upaya membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap umat Islam. Dan Qardhawi menilai kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Al Qur’an yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya, semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah. Demikian pula berkenaan dengan para pewaris (pelanjut) faham Khawarij dewasa ini yaitu kelompok Ibadhiyyah, Qardhawi mengatakan hal yang sama (yakni Qardhawi menilai kesesatan-kesesatan aqidah kelompok Ibhadiyah tersebut hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah, pent.)

Sedang kelompok Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dinilai oleh Qardhawi sebagai kelompok Ahlussunnah dan masalah ini tidak perlu diperdebatkan.

KETIGA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP SUNNAH
Qardhawi terbawa arus kelompok rasionalis (pemuja akal) dalam memahami sunnah (hadits) lewat akal mereka yang kerdil dan pemahaman mereka yang rusak. Bertolak dari pemahaman kaum rasionalis (pemuja akal) inilah Qardhawi menolak sebagain sunnah (hadits) dan memalingkan makna sebagian sunnah yang lainnya, yang menurut hawa nafsunya, tidak layak difahami secara lahir. Coba pembaca simak beberapa pendapat Qardhawi dalam mensikapi sunnah (hadits) :

1. Di dalam “Shahih Muslim” terdapat hadits marfu’ (hadits yang rangkaian perawinya sampai kepada Nabi) yang shahih :
“إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ”
Artinya : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu masuk nereka”.
Dan para ulama telah sepakat tentang kepastian hal itu (yaitu bahwa ayah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) masuk neraka, pent.)

Qardhawi berkomentar : “Aku katakan : ’Apa dosa Abdullah bin Abdul Muththalib sampai-sampai dia masuk neraka, padahal dia termasuk ahlul Fatrah (orang-orang yang hidup pada masa transisi di antara dua orang rasul, pent.). Menurut pendapat yang benar bahwa mereka (ahlul Fatrah) ini selamat dari siksa neraka’.”

2. Di dalam “Shahih Bukhari” dan “Shahih Muslim” tercantum hadits marfu’ yang shahih :
يُوْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ
Artinya : “Maut (kematian) akan didatangkan (pada hari kiamat) dalam bentuk seekor domba jantan berwarna sangat biru”. (H.R. Bukhari - Muslim)
Qardhawi berkata : “Telah dapat diketahui dengan yakin (pasti) yang kepastiannya telah ditetapkan oleh akal dan wahyu bahwa kematian itu bukan seekor domba jantan atau sapi jantan atau salah satu jenis binatang”.

3. Di dalam “Shahih Bukhari” tercantum hadits marfu’ yang shahih :
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً. (رواه البخاري)
Artinya : “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita”. (H.R. Bukhari)

Qardhawi berkata : “Ketentuan ini hanya berlaku di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki sebagai sikap kesewenang-wenangan. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak berlaku”.

4. Disebutkan di dalam hadits yang shahih :
مَا رَأَيْتُ مِن ناَقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَسْلَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
Artinya : “Aku tidak pernah melihat makhluk yang kurang sempurna akalnya dan kurang sempurna ketaatan mengamalkan agamanya yang lebih mampu menggoyahkan hati seorang laki-laki yang teguh sekalipun daripada masing-masing orang di antara kalian (kaum wanita)”.

Qardhawi berkata : “Sesungguhnya pernyataan ini terlontar dari ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk bergurau”.

5. Disebutkan dalam hadits shahih :
“لاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ”
Artinya : “Seorang muslim tidak dijatuhi hukuman bunuh (hukum qishash) disebabkan membunuh orang kafir”.

Setelah Qardhawi menyatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukum bunuh (qishash) disebabkan ia membunuh orang kafir – suatu pernyataan yang bertentangan dengan ketentuan yang terkandung di dalam hadits di atas – Qardhawi berkata :
“Sesungguhnya pendapat ini (pendapat yang mengatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukuman qishash lantaran membunuh orang kafir, pent.) adalah pendapat yang benar, yang tidak layak pendapat yang lainnya diterapkan di zaman kita ini. Dan dengan memperkuat pendapat ini, berarti kita telah membatalkan semua argumen (alasan) pendapat lain. Dengan begitu berarti kita telah mengibarkan bendera syari’at Islam yang putih cemerlang (terang-benderang)”.

Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat Qardhawi yang meyimpang (sesat) dalam mensikapi Sunnah Nabi di samping pendapat-pendapat Qardahwi yang telah diutarakan di atas.

KEEMPAT : SIKAP QARDHAWI TERHADAP KAUM WANITA
Qardhawi berusaha mengoyak tabir (hijab) yang menutupi kaum wanita dengan berbagai cara yang dapat ia lakukan. Berulangkali Qardhawi menyatakan bahwa memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria hukumnya adalah bid’ah dan tergolong tradisi yang tidak berasal dari ajaran Islam , dan bahwa sekat (pembatas) yang memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria harus dilenyapkan.

Qardhawi berkata dengan redaksi berikut ini : “Dalam usiaku yang telah mencapai 70 tahun aku pernah pergi ke Amerika untuk menghadiri konfrensi-konfrensi Islam. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa ceramah-ceramah yang disampaikan dalam konfrensi-konfrensi Islam tersebut diikuti oleh para peserta wanita yang berada di suatu tempat (ruangan), sedang ceramah-ceramah yang diikuti oleh para peserta pria disampaikan di tempat (ruangan) yang lain. Suasana yang serba kaku tampaknya meliputi audiens (hadirin) dan terkesan bahwa mereka meniru-niru tradisi Barat, sehingga mereka berpegang pada pendapat yang kaku dan meninggalkan pendapat yang kuat. Akibatnya para peserta pria ditempatkan di ruang pertemuan yang terpisah dari ruang pertemuan para peserta wanita.

Mengenai acara yang sama, Qardhawi berkata : “Padahal konfrensi-konfrensi semacam ini merupakan kesempatan bagi seorang pemuda untuk menatap seorang pemudi sehingga hatinya menjadi tertarik, lalu si pemuda dapat leluasa menanyakan tentang identitas si pemudi yang dengan sebab itu Allah bukakan pintu hati muda-mudi tersebut, dan di belakang pertemuan itu terbentuklah keluarga yang islamiy”.

Pada acara yang sama pula (Konfrensi Islam), ketika Qardhawi dihampiri oleh seorang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan sebelum Qardhawi menyampaikan ceramah khusus di hadapan para peserta wanita, Qardhawi berkata : “Telah saya katakan kepada orang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan : ‘Apa peran Anda dalam acara ini ? Seharusnya peran Anda ini digantikan oleh salah seorang akhwat, karena pokok pembahasan yang akan diutarakan dalam ceramah adalah khusus untuk mereka (akhwat). Oleh karena itu salah seorang di antara akhwat itulah yang seharusnya memberikan kata sambutan sebagai pengantar ceramahku, mengucapkan sepatah kata, dan mengajukan pertanyaan-pernyataan, yang dengan cara ini berarti kita melatih mereka (akhwat) dalam bidang leadhersheap (kepemimpinan).

Tatapi sayangnya sikap sewenang-wenang dari kaum laki-laki masih saja menimpa kaum wanita sampai-sampai sikap sewenang-wenang ini terjadi dalam urasan-urusan khusus kaum wanita’.”

Qardhawi mengatakan bahwa wanita-wanita yang berhijab pun harus tampil dalam acara-acara televisi dan tayangan-tayangan parabola, dan para wanita harus ikut serta dalam acara-acara pementasan drama dan sandiwara.

Bahkan Qardhawi menuturkan bahwa dia mempunyai dua orang puteri yang telah menamatkan studinya di beberapa universitas di Inggris – di sini sebenarnya Qardhawi ingin mengajak orang untuk mendukung budaya ikhtilath (campur-baur laki-laki dengan para wanita di satu tempat), budaya yang tak tahu malu – sehingga kedua puteri Qardhawi tersebut mandapat gelar doktor, yang satu orang di bidang fisika nuklir dan yang lainnya di bidang biokimia.

KELIMA : QARDHAWI DAN SARANA-SARANA HIBURAN
Yusuf Qardhawi tergolong dalam kategori da’i berkedok agama yang paling terkenal getol mengajak orang untuk mendukung lagu, musik, dan berbagai sarana hiburan dan dia mengemukakan pernyataan semacam ini di berbagai kitabnya dan di berbagai kesempatan :

1. Qardhawi menyatakan diberbagai bukunya bahwa lagu (nyanyian) itu halal , dan nonton film di gedung bioskop itu halal dan baik.

2. Qardhawi menuturkan bahwa dia mengingkari para seniman (artis) yang meninggalkan dunia seni.

3. Qardhawi mendo’akan keberkahan (kebahagiaan) bagi orang-orang yang memakai kalung salib dan mempertontonkannya di depan khalayak ramai lewat pementasan drama yang menampilkan peran tokoh tokoh Salibis (Kristen) yang melakukan penyerangan berkali-kali terhadap pasukan kaum muslimin dalam Perang Salib ketika Qardhawi mengakhiri kata sambutannya. Qardhawi berkata :
“Berjalanlah kalian di atas keberkahan (kabahagiaan) yang dianugerahkan Allah ! Semoga Allah senantiasa menyertai kalian dan tidak menelantarkan kalian dalam melaksanakan tugas-tugas kalian”.

4. Qardhawi menuturkan bahwa dia suka mengikuti (menikmati) lagu-lagu Fa’izah Ahmad, Syaadiyah, Ummu Kultsum, Fairuz, dan penyanyi-penyanyi lainnya.

5. Qardhawi bertutur tentang dirinya bahwa dia hobbi nonton film, menikamati cerita-cerita bersambung, dan nonton sandiwara (drama). Film yang disukai Qardhawi misalnya : “Al Irhaab Wa Al-Kabaab” dengan sutradara ‘Aadil Imam – yang di dalamnya ditampilkan adegan pelecehan terhadap orang-orang yang menganut agama –, film “Layaali Hilmiyyah”, film “Ra’ufat Al’Hujjaan”, film “Ghiwaar”, film “Nuur Asy-Syariif”, film “Ma’aalii Zaayad”, dan film-film lainnya.

6. Qardhawi berfatwa bahwasannya dibolehkan bagi para wanita tampil di layar film dan televisi.

KEENAM : PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN QARDHAWI DALAM MASALAH FIQIH
Qardhawi telah malakukan penyimpangan melalui berbagai pendapat dan pemikirannya dalam masalah fiqih dengan membuang jauh-jauh nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits serta mengesampingkan pendapat-pendapat para ulama. Silahkan pembaca simak bebarapa penyimpangan (kesesatan) pemikiran Qardhawi dalam masalah fiqih

1. Qardhawi menyatakan bahwa hukuman “rajam” termasuk kategori “ta’zir” (bukan hadd). Waliyyul Amri (penguasa) berhak membatalkan hukuman “rajam” bila melihat maslahat.

2. Qardhawi berpendapat bahwa riddah (kemurtadan) ada dua macam :
1. riddah mughallazhah (kemurtadan berat) yaitu kemurtadan yang dibarengi dengan tindakan bengis (kejam) untuk menentang masyarakat, oleh karena itu pelakunya harus dihukum bunuh (dihukum mati);
2. riddah mukhaffafah (kemurtadan ringan) yaitu semua jenis kemurtadan selain kemurtadan jenis pertama. Pelaku kemurtadan yang tertakhir ini tidak boleh dihukum bunuh (hukum mati)

3. Qardhawi berpendapat bahwa seorang wanita boleh memegang tampuk kepemimpinan umum.

4. Qardhawi berpendapat bahwa sorangan wanita apabila ikut serta dalam jual-beli dan berbagai jenis mu’amlah, maka persaksiannya disetarakan dengan persaksian seorang laki-laki.

5. Qardhawi berpendapat bahwa mencukur jenggot itu boleh.

6. Qardhawi menyatakan bahwa riba (bunga uang) yang sedikit, 1% atau 2%, dibolehkan dengan alasan untuk kepentingan biaya administrasi.

Di samping Qardhawi membolehkan (memandang halal) lagu, musik, televisi, tayangan parabola, cerita bersambung, isbal (mamanjangkan) kain sampai di bawah matakaki, wanita menampakkan wajah (tidak bercadar), menggambar makhluk bernyawa, nonton drama (sandirwara), menjual khamr (minuman keras) dan daging babi kepada orang kafir, mencangkok anggota badan seorang muslim dengan anggota badan seekor babi, laki-laki berjabatan tangan dengan wanita, berpakaian dengan mode pakaian orang-orang kafir, makan daging binatang yang mati mendadak, wanita bepergian jauh ke luar negeri untuk keperluan belajar (studi) tanpa di temani mahramnya, dan lain-lain.

Tepat sekali ucapan seseorang yang menyatakan bahwa Qardhawi – dengan fatwa-fatwanya dan kelancangannya mengubah syari’at Islam – sesungguhnya dia sedang berteriak kepada semua orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam sambil mengucapkan kata-kata kepada mereka dengan lisan tingkahlakunya : “Lakukanlah apa saja yang hendak kalian lakukan ! Karena masuk surga sudah pasti bagi kalian”.

Kita mohon kepada Allah Ta’aala agar Dia memberikan ketabahan (keteguhan hati) kepada kita dalam perpegangteguh pada Islam dan Sunnah, agar Dia melindungi kita dari bahaya pendapat-pendapat semacam ini dan para pencetusnya, dan agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada petunjuk Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, dan para sahabatnya sampai hari pembalasan.

KETUJUH : QARDHAWI MEMPOSISIKAN MAKHLUK LEBIH TINGGI DARI KHALIQ DAN DIA MENGHARAPKAN NEGARANYA BISA SEPERTI NEGARA ISRAEL
Qardhawi berkata : “Wahai saudara-saudara sekalian, sebelum meninggalkan tempat ini, saya ingin menyampaikan suatu kalimat berkenaan dengan hasil Pemilu Israel. Dulu orang-orang Arab menaruh harapan kepada kesuksesan Perez dan dia sekarang telah jatuh, inilah yang kita puji dari Israel.

Kita berharap nagara kita bisa seperti negara ini (Israel), yaitu karena kolompok kecil seorang penguasa bisa jatuh, dan rakyatlah yang menentukan hukum tanpa ada hitung-hitungan prosentase yang kita kenal di negeri kita 99,99 persen. Sungguh ini semua adalah kedustaan dan tipuan. Seandainya Allah menampakkan diri kepada manusia, maka Dia tak akan mampu mancapai prosentase sebesar ini. Kami mengucapkan selamat kepada Israel atas apa yang telah diperbuatnya.

———————–1.Acara pertemuan “Asy Syari’ah wal Hayaah” dengan tema “Kelompok-kelompok Non-muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam” yang diselenggarakan pada tanggal 12 Oktober 1997 M lewat stasiun televisi “Al-Jaziirah” – semoga Allah melindungi kita dari bencana yang disebarkan oleh stasiun televisi ini – dan pernyataan Qardhawi bahwa orang-orang kafir bersaudara dengannya tertera di berbagai kitab karangannya, antara lain : kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”) (2/668), kitab“Al Khashaa’ishu Al ‘Aammah lil Islaam” (“Karakteristik Islam”) halaman 90-93, dan kitab “Malaamih Al Mujtama’ Al Islaamiy” halaman 138. Pernyataan yang sama dikemukaan pula oleh Qardhawi lewat berbagai acara yang menampilkan Qardhawi, yang dapat disaksikan melalui tayangan-tayangan parabola. Untuk menghilangkan keragu-raguan (prasangka yang tidak baik), perlu penulis nyatakan bahwa apa yang penulis nukil dari Yusuf Qardhawi melalui acara-acara yang menampilkannya lewat tayangan-tayangan parabola, penulis sendiri tidak menyaksikannya secara langsung – penulis berlindung kepada Allah dari menyaksikan acara semacam ini – dan penulis hanya melihat buku yang memuat laporan acara-acara yang diselenggarakan melalui tayangan-tayangan parabola. Dan laporan ini juga termuat pada situs Qardhawi yang terdapat di dalam jaringan internet. * Maksud Qardhawi, orang-orang Kristen Qibthi pun (di Mesir) tergolong orang-orang beriman, sehingga orang-orang yang mati dalam peperangan dari kalangan mereka dinilai sebagai syuhada’ (orang yang mati syahid), pent. 2.Lihat kitab “Ghairul Muslimiin fii Al Mujtama’ Al Islaamiy” (“Kelompok-kelompok Non-muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”), cetakan ke empat, tahun 1405H, halaman 68. Dan Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini lewat acara di atas (acara “Asy Syari’ah wal Hayaah”), dan di berbagai kitab karangannya yang lain. 3.Lihat kitab “Al Ummah Al Islamiyyah Haqiiqatun La Wahmun”, cetakan pertama, tahun1407 H, halaman 70. Dan Qardhawi mengemukakan pernyataan ini pula lewat acara “Ash Shiraa’u baina Al Muslimiina wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang Yahudi”) berikut ini. 4.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” lewat pertemuan yang bertemakan “Ash Shiraa’u baina Al Muslimiina wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang Yahudi”) yang diselenggarakan pada tanggal 7 Desember 1997M. 5.Pertemuan dengan tema “Ghairul Muslimiin fi Zhilli Asy Syari’ah Al Islamiyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” 6.Pertemuan dengan tema “Al Islaamu Diinul Basyaa’iri wal Mubassyiraat” (“Islam agama Pembawa Kabar Gembira”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah Wal Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 24 Januari 1999M. 7.Kitab “Al Islaam wa Al Ilmaaniyyah” (“Islam dan Sekularisme”) halaman 101, dan kitab “Syari’atul Islami Khuluuduhaa wa Shalaahuhaa li Attathbiiqi” (“Syari’at Islam Relevan Sepanjang Zaman”) halaman 52. Dan Qardhawi mengutarakan pernyataan ini lewat berbagai acara tayangan parabola. 8.Qardhawi mengemukakan pernyataan ini di beberapa kitabnya dan lewat berbagai kesempatan, diantaranya di dalam kitab “Al Halaalu wa Al Haraamu” (“Halal dan Haram”), kitab “Gharul Muslimiina fi Al Mujtama’ Al Islaamy” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dalam Masyarakat Islam”) dan kitab-kitab Qardhawi yang lainnya. Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini lewat acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) dalam sebuah pertemuan yang bertemakan “Ghairul Muslimiina fi Zhilli Asy Syari’ah Al Islamiyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”) dan pertemuan “Ash Shiraa’u Baina Al Muslimiin wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-orang Yahudi”) 9.Lihat kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”), juz 2 halaman 671, dan kitab “Ash Shahwah Al Islaamiyyah Baina Al Ikhtilaaf Al Masyruu’ wa At Tafarruq Al Madzmuum” (“Kebangkitan Islam Antara Perbedaan Pendapat Yang di Syari’atkan dan Perpecahbelahan Yang Tercela”) halaman 147. 10.Acara “Al Muntadaa” berupa pertemuan yang bertemakan “Mustaqbalul Ummah Baina At Tafaa’uli wa At Tasyaa’um” (“Masa Depan Islam antara Optimisme dan Pessimisme”) yang diselenggarakan pada tanggal 7 Maret 1998M melalui stasiun televisi “Abu Dhabi” – semoga Allah melindungi kita dan saudara-saudara kita kaum muslimin dari malapetaka yang ditebarkan oleh stasiun televisi tersebut –, dan acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) berupa pertemuan bertemakan “Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah”. 11.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan “Al ‘Alaaqaat Ad Dualiyah” (“Hubungan Internasional”) yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 1998M. 12.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan “Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at Islam”), dan pertemuan dengan tema “Fadhlu Al Asyri Al Awaakhiri Min Ramadhaana” (“Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan”) yang diselenggarakan pada tanggal 26 Desember 1999M. Dan lihat kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”) juz 2, halaman 617. 13.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at Islam”), dan lihat kitab “Ghairul Muslimiin Fi Al Mujtama’ Al Islamiy” (“Kelompok-kelompok Non-muslim di Bawah Naungan Masyarakat Islam”) halaman 22. 14.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at Islam”), dan lihat kitab “Ghairul Muslimiin Fi Al Mujtama’ Al Islamiy” (“Kelompok-kelompok Non-muslim di Bawah Naungan Masyarakat Islam”) halaman 55. 15.Pernyataan ini disebutkan di dalam artikel yang berjul “Ziyaratul Al Qardhawii Li Iraan” (“Kunjungan Qardhawi ke Negara Iran”), dan pernyataan ini juga tercantum di pada situs Qardhawi di dalam jaringan internet. Perhatikan kitab “Al Marja’iyyah Al Ulyaa Li Islam” halaman 14, dan pertemuan bertemakan “Mustaqbal Al Ummah Baina At Tafaaul Wa At Tasyaaum” (“Masa Depan Umat Islam Antara Optimisme dan Pesimisme”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”). Dan lihat kitab “Al Ghazaali Kamaa ‘Araftahu” (“Muhammad Al Ghazali Sebagaimana Yang Anda Kenal”), halaman 242. 16.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan dengan tema “Al Islam wa Syabakah Al Intarnit” (“Islam dan Jaringan Internet”) yang diselenggarakan pada tanggal 28 Juni 1998M. 17.Qardhawi mengemukakan pernyataan ini di dalam kitab-kitabnya secara umum ketika ia memaparkan sikapnya terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah. Perhatikan misalnya kitab “Al Marji’iyyah Al ‘Ulyaa Li Al Islaam”, halaman 320-352, dan kitab “As Sunnah Mashdarul Ma’rifah wa Al Hadhaarah” halaman 95. 18.Lihat kitab “Kaifa Nata’aamalu ma’a As Sunnah An Nabawiyyah” halaman 77. 19.Lihat kitab “Kaifa Nata’aamalu ma’a As Sunnah An Nabawiyyah” halaman 162. 20.Sebuah acara di stasiun televisi “Art” yang diadakan pada tanggal 4 Rajab 1418H. berupa seminar yang diselenggarakan untuk menampilkan Qardhawi dan sekelompok wanita yang memamerkan aurat dan perhiasan mereka guna membahas hukum-hukum dari sunnah-sunnah Nabi yang pemahamannya diselewangkan untuk mendukung kesesatan mereka. 21.Qardhawi menyatakan hal itu pada acara seminar yang sama. 22.Lihat kitab “Asy Syaikh Al Ghazzaali Kama ‘Araftaahu” (“Syaikh Muhammad Al Ghazzali Sebagaimana Yang Anda Kenal”) halaman 168. 23.Qardhawi mengutarakan pernyataan ini di beberapa kitab karangannya, dan diberbagai acara serta di berbagai seminar yang Qardahwi ditunjuk menjadi pembicaranya. Di antaranya kitab “Awlawiyyaat Al Harakah Al Islaamiyyah” halaman 67, kitab “Malaamih Al Majtama’ Al Muslim” halaman 3, dan kitab “Markaz Al Mar’ah” halaman 41-130. 24.Qardhawi mengemukakan pernyataan ini pada pertemuan yang bertemakan “Tahaddiyaat Al Mar’ah Al Muslimah Fi Al Gharbi” yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 13 Juni 1999M. 25.Qardhawi mengemukakan perkataan ini dalam pertemuan yang bertemakan “Al Fadhaa’iyyaat” (“Tayangan-tayangan Parabola”) yang merupakan bagian dari acara “Asy-Syari’ah wa Al Hayaah” yang diadakan pada tanggal 13 Juni 1999M. 26.Majalah “Al Mujtama’” Edisi no. 1319 tanggal 9 Jumada Ats Tsaaniyah 1419H. 27.Tabloid “Akhbaar Al Usbuu’” Edisi no. 401, hari Sabtu, 5 Maret, 1994M. Lihat majalah “Sayyidatuhum” Edisi 678, tanggal 5 Maret 1994M. 28.Pernyataan ini disampaikan Qardhawi di dalam kitab-kitab Qardhawi secara umum seperti kitab “Al Halaal wa Al Haraam”, kitab “Al Marja’iyyah Al ‘Ulyaa”, dan “Fataawaa Mu’aashirah”. Disampaikan pula pada acara pertemuan dengan tema “Akhlaaqiyyatul Muslim” yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diadakan pada tanggal 14 Juni 1999M, dan pada pertemuan terbuka dengan tema “As’ilaatul Musyaahidiin” (“Pertanyaan-pertanyaan dari Para Penonton”) yang diadakan pada tanggal 12 April 1998M. 29.Lihat kitab “Al Halal Wa Al Haram” 30.Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi pada pertemuan terbuka dengan tema “As‘ilah Al Musyaahidiin” (“Pertanyaan-pertanyaan Dari Para Penonton”) yang merupakan bagian dari acara “Asy-Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 12 April 1998 M. 31.Fatwa Qardhawi yang tercantum pada situs “Al-Islam Fi Al Intarnit” , dan situs di bawah asuhan Qardahwi, yang menebarkan perkara-perkara yang menimbulkan bencana-bencana besar antara lain membuka peluang untuk dapat menyaksikan semua tayangan parabola yang ada di dunia internasional sampai-sampai kepada tayangan “Patikan”, peluang untuk saling berkenalan sampai-sampai perkenalan dua orang yang lain jenis, pelayanan perkawainan (biro jodoh) sampai-sampai pernikahan orang-orang non-muslim, bidang kesenian dan kebudayaan termasuk di dalamnya pembahasan tentang film-film, drama-drama, dan tayangan-tayangan parabola, foto-foto dan gambar-gambar wanita pamer aurat, tokoh-tokoh rasionalis (pemuja akal) seperti Al-Jaahizh dan Imaarah, dan pengkultusan pentolan-pentolan thaghut seperti As-Sanhuri dan hal-hal lain yang membawa bencana. Dan Qardhawi menyatkan bahwa ia ingin menjadikan situs ini markas (pusat) fatwa internasional. 32.Surat kabar “Ar-Raayah Al-Quthriyyah”, Edisi 5969, tanggal 19 Jumaadal ‘Ulaa 1419 H. 33.Surat kabar “Ar-Raayah Al-Quthriyyah”, Edisi 5969, tanggal 19 Jumaadal ‘Ulaa 1419 H, dan majalah “Sayyidatuhum” edisi 678 no. 5 tanggal 11 Maret 1994 M. Lihat tabloid “Akhbar Al Usbuu’” edisi 401 tanggal 23 Ramadhan 1414 H. 34.Qardhawi mengatakan hal itu pada pertemuan dengan tema “Al Fadhaaiyyaat” (“Tayangan-tayangan Parabola”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 13 Juni 1999 M. 35.Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi pada acara “Al Muntaa” lewat stasiun televisi Abu Dhabi berupa pertemuan dengan tema “Syuruut Al Fatwa” (“Syarat-syarat Fatwa”) yang diselenggarakan pada tanggal 10 Januari 1998 M. Dan ini diisyaratkan oleh Qhardhawi dalam kitab “Al Khashaa’ish Al ‘Aammah li Al Islaam” halaman 240. Pernyataan Qardhawi ini bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan para ulama) sebagaimana yang dinukil oleh beberapa orang ulama seperti Ibnul Mundzir, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Quddaamah, Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah), Ibnu Rusyd dan yang lainnya. 36.Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi dalam kitabnya yang berjudul “Al Halal Wa Al Haram” halaman 91, dan di dalam kitabnya yang berjudul “Al Marji’iyyah Al ‘Ulyaa” halaman 243, juga di dalam kitabnya yang berjudul “Madkhal Li Diraasati Asy-Syarii’ah” halaman 85. Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini di dalam pertemuan yang bertema “As Sunnah Mashdar Li At Tasyrii’” (“Sunnah Sumber Pembentukan Hukum Islam”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syarii’ah Wa Al Hayaah”, dan pada pertemuan yang bertema “Az Zawaaj Min Ghairi Al Muslimaat” yang merupakan bagian dari acara “Al Muntada”. Pernyataan Qardhawi ini bertentangan dengan Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang dinukil oleh Ibnu Hazm, Ibnu Abidin, dan yang lainnya. 37.Dari kaset berisi rekaman suara Qardhawi dan bantahan Syaikh Ibnu “Utsaimin, dan kaset tersebut ada di “Tasjillat (studio Rekaman) ‘Al-Ashaalah” di Jeddah, di wilayah Ats-Tsaghr.

Sumber : http://abdurrahman.wordpress.com/2007/01/01/ٍsiapakah-dr-yusuf-qordhowi/